Prinsip Dasar Pembangunan Ekonomi Daerah
Setiap daerah mempunyai corak  pertumbuhan ekonomi yang berbeda dengan daerah lain. Oleh sebab itu  perencanaan pembangunan ekonomi suatu daerah pertama-tama perlu  mengenali karakter ekonomi, sosial dan fisik daerah itu sendiri,  termasuk interaksinya dengan daerah lain. Dengan demikian tidak ada  strategi pembangunan ekonomi daerah yang dapat berlaku untuk semua  daerah. Namun di pihak lain, dalam menyusun strategi pembangunan ekonomi  daerah, baik jangka pendek maupun jangka panjang, pemahaman mengenai  teori pertumbuhan ekonomi wilayah, yang dirangkum dari kajian terhadap  pola-pola pertumbuhan ekonomi dari berbagai wilayah, merupakan satu  faktor yang cukup menentukan kualitas rencana pembangunan ekonomi  daerah.
Keinginan kuat dari pemerintah daerah  untuk membuat strategi pengembangan ekonomi daerah dapat membuat  masyarakat ikut serta membentuk bangun ekonomi daerah yang  dicita-citakan. Dengan  pembangunan ekonomi daerah yang terencana,  pembayar pajak dan penanam modal juga dapat tergerak untuk mengupayakan  peningkatan ekonomi. Kebijakan pertanian yang mantap, misalnya,  akan  membuat pengusaha dapat melihat ada peluang untuk peningkatan produksi  pertanian dan perluasan ekspor. Dengan peningkatan efisiensi pola kerja  pemerintahan dalam pembangunan, sebagai bagian dari perencanaan  pembangunan, pengusaha dapat mengantisipasi bahwa pajak dan retribusi  tidak naik, sehingga tersedia lebih banyak modal bagi pembangunan  ekonomi daerah pada tahun depan.
Pembangunan ekonomi daerah perlu  memberikan solusi jangka pendek dan jangka panjang terhadap isu-isu  ekonomi daerah yang dihadapi, dan perlu mengkoreksi kebijakan yang  keliru. Pembangunan ekonomi daerah merupakan bagian dari pembangunan  daerah secara menyeluruh. Dua prinsip dasar pengembangan ekonomi daerah  yang perlu diperhatikan adalah
(1) mengenali ekonomi wilayah dan
(2) merumuskan manajemen pembangunan daerah yang pro-bisnis.
Mengenali Ekonomi Wilayah
Isu-isu utama dalam perkembangan ekonomi daerah yang perlu dikenali adalah antara lain sebagai berikut:
a.        Perkembangan Penduduk dan Urbanisasi
Pertumbuhan penduduk merupakan faktor  utama pertumbuhan ekonomi, yang mampu menyebabkan suatu wilayah berubah  cepat dari desa pertanian menjadi agropolitan dan selanjutnya menjadi  kota besar. Pertumbuhan penduduk terjadi akibat proses pertumbuhan alami  dan urbanisasi. Petumbuhan alami penduduk menjadi faktor utama yang  berpengaruh pada ekonomi wilayah karena menciptakan kebutuhan akan  berbagai barang dan jasa.
b.        Sektor Pertanian
Di setiap wilayah berpenduduk selalu  terjadi kegiatan pembangunan, namun ada beberapa wilayah yang  pembangunannya berjalan di tempat atau bahkan berhenti sama sekali, dan  wilayah ini kemudian menjadi wilayah kelas kedua dalam kegiatan ekonomi.  Hal ini mengakibatkan penanam modal dan pelaku bisnis keluar dari  wilayah tersebut karena wilayah itu dianggap sudah tidak layak lagi  untuk dijadikan tempat berusaha. Akibatnya laju pertumbuhan ekonomi  wilayah itu menjadi semakin lambat.
c.        Sektor Pariwisata
Pariwisata memberikan dukungan ekonomi  yang kuat terhadap suatu wilayah. Industri ini dapat menghasilkan  pendapatan besar bagi ekonomi lokal. Kawasan sepanjang pantai yang  bersih dapat menjadi daya tarik wilayah, dan kemudian berlanjut dengan  menarik turis dan penduduk ke wilayah tersebut. Sebagai salah satu  lokasi rekreasi, kawasan pantai dapat merupakan tempat yang lebih  komersial dibandingkan kawasan lain, tergantung karakteristiknya.  Sebagai sumber alam yang terbatas, hal penting yang harus diperhatikan  adalah wilayah pantai haruslah menjadi aset ekonomi untuk suatu wilayah.
d.        Kualitas Lingkungan
Persepsi atas suatu wilayah, apakah  memiliki kualitas hidup yang baik, merupakan hal penting bagi dunia  usaha untuk melakukan investasi. Investasi pemerintah daerah yang  meningkatkan kualitas hidup masyarakat sangat penting untuk  mempertahankan daya saing. Jika masyarakat ingin menarik modal dan  investasi, maka haruslah siap untuk memberi perhatian terhadap:  keanekaragaman, identitas dan sikap bersahabat. Pengenalan terhadap  fasilitas untuk mendorong kualitas hidup yang dapat dinikmati oleh  penduduk suatu wilayah dan dapat menarik bagi investor luar perlu  dilakukan.
e.        Keterkaitan Wilayah dan Aglomerasi
Kemampuan wilayah untuk mengefisienkan  pergerakan orang, barang dan jasa adalah komponen pembangunan ekonomi  yang penting. Suatu wilayah perlu memiliki akses transportasi menuju  pasar secara lancar. Jalur jalan yang menghubungkan suatu wilayah dengan  kota-kota lebih besar merupakan prasarana utama bagi pengembangan  ekonomi wilayah. Pelabuhan laut dan udara berpotensi untuk meningkatkan  hubungan transportasi selanjutnya. Pemeliharaan jaringan jalan,  perluasan jalur udara, jalur air diperlukan untuk meningkatkan mobilitas  penduduk dan pergerakan barang. Pembangunan prasarana diperlukan untuk  meningkatkan daya tarik dan daya saing wilayah. Mengenali kebutuhan  pergerakan yang sebenarnya perlu dilakukan dalam merencanakan  pembangunan tarsnportasi.
STRATEGI PENBANGUNAN EKONOMI DAERAH
Strategi pembangunan ekonomi di masa  lalu telah mengubah struktur ekonomi secara mengesankan dan mencapai  tingkat pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi. Namun, perubahan struktur  ekonomi ini hanya terjadi pada level nasional, sedangkan pada level  daerah secara agregat relatif stagnan, terutama daerah-daerah di laur  pulau Jawa. Ini berarti bahwa peranan dan partisipasi daerah dalam  pembangunan ekonomi nasional belum optimal.
Untuk meningkatkan peranan dan  partisipasi daerah dalam pembangunan ekonomi nasional, tidak ada cara  lain selain daripada membangun perekonomian daerah dengan menerapkan  Strategi Agroindustri Berorientasi Ekspor di seluruh wilayah Indonesia.  Pemerintah pusat perlu memberikan dukungan secara serius dengan  menerapkan Strategi Promosi Ekspor Berbasis Agribisnis. Hal ini menuntut  adanya penataan ulang kelembagaan yang ada saat ini, yang salah satu  diantaranya adalah reorganisasi Departemen Pertanian, Departemen  Kehutanan, dan Departemen Kelautan dan Perikanan menjadi Departemen  Agribisnis Pertanian, Departemen Agribisnis Kehutanan, dan Departemen  Agribisnis Kelautan dan Perikanan. Jika Strategi Promosi Ekspor Berbasis  Agribisnis berjalan dengan baik, maka seluruh daerah akan memberikan  konstribusi secara optimal terhadap pertumbuhan ekonomi nasional,  mengurangi kesenjangan ekonomi antar daerah, mengurangi pengangguran,  serta mengurangi tingkat kemiskinan.
Interaksi Ekonomi Antar Daerah
Interaksi ekonomi antar daerah  berlangsung melalui perdagangan antar daerah. Daerah yang memperoleh  manfaat dari perdagangan tersebut adalah daerah yang nilai ekspornya  lebih besar dari nilai impor. Besar kecilnya nilai ekspor tergantung  pada harga dari jenis barang yang diekspor dan volume ekspor. Sementara  itu, besarnya volume ekspor suatu wilayah tergantung pada tingkat  kebutuhan wilayah pengimpor, baik untuk keperluan konsumsi maupun untuk  keperluan produksi. Besarnya kebutuhan impor suatu daerah untuk tujuan  produksi, tergantung pada seberapa besar keterkaitan (linkages) antara  sektor-sektor produksi di daerah pengimpor terhadap sektor-sektor  produksi di daerah pengekspor
Interlinkages, keterkaitan antar sektor  antar daerah, menentukan pola ketergantungan ekonomi antar daerah.  Ketergantungan ekonomi antar daerah dapat dikelompokkan ke dalam tiga  pola.Perta ma , pola “dominan-tergantung” (dependence). Pola ini  mempunyai ciri interaksi antara wilayah dominan dan wilayah yang  tergantung, di mana wilayah dominan memperoleh keuntungan yang lebih  besar dalam interaksi ekonomi, bahkan cenderung mengeksploitasi wilayah  yang tergantung untuk memperoleh keuntungan yang lebih besar lagi.  Dengan demikian, pola ini akan menimbulkan ketimpangan ekonomi  antarwilayah yang semakin besar.Kedua, pola “centre-periphery”  (konsepinterdependence), di mana sektor industri (moderen) umumnya  berada di wilayah perkotaan sebagai wilayahcentre dan sektor primer  (tradisional) yang umumnya berada di wilayah pedesaan atau pinggiran  kota sebagai wilayahperiphery. Pola ini menunjukkan bahwa  wilayahperiphery menghasilkan dan memasok bahan baku (input) ke  wilayahcentre, sehingga kemajuan ekonomi wilayahcentre akan menarik  kemajuan ekonomi wilayahperiphery ke tingkat yang lebih maju. Hal yang  serupa juga terjadi apabila ekonomi wilayah
periphery mengalami pertumbuhan maka permintaan akan hasil
produksi wilayahcentre akan  meningkatkan, yang kemudian mendorong pertumbuhan ekonomi wilayahcentre.  Pola interaksi semacam ini pun tidak luput dari kemungkinan terjadinya  kesenjangan ekonomi antarwilayah, manakala nilai tukar (term of trade)  sektor primer semakin rendah.Ketiga, pola yang serupa dengan pola  interaksi ekonomi antara sesama negara industri maju. Pola ini  menunjukkan interaksi ekonomi antarwilayah yang saling menguntungkan  secara berimbang
Peranan Sumberdaya Ekonomi Dalam Pembangunan Ekonomi Daerah 
Tidak dapat dipungkiri bahwa dalam era  otonomi daerah dewasa ini, kecepatan dan optimalisasi pembangunan  wilayah (daerah) tentu akan sangat ditentukan oleh kapasitas dan  kapabilitas sumberdaya ekonomi (baik sumberdaya alam maupun sumberdaya  manusia). Keterbatasan dalam kepemilikan sumberdaya alam dan sumberdaya  manusia yang berkulitas dapat menimbulkan kemunduran yang sangat berarti  dalam dinamika pembangunan ekonomi daerah. Konsekuensi lain yang  ditimbulkan sebagai akibat terbatasnya kapasitas dan kapabilitas  sumberdaya ekonomi yang dimiliki daerah adalah ketidakleluasaan daerah  yang bersangkutan untuk mengarahkan program dan kegiatan pembangunan  ekonominya, dan situasi ini menyebabkan munculnya pula disparitas  pembangunan ekonomi wilayah. Kondisi ini tampaknya menjadi tak  terhindarkan terutama bila dikaitkan dengan pelaksanaan otonomi daerah  dewasa ini.
Dalam telaah teoritis, dengan sangat  tepat Hadi dan Anwar (1996) yang banyak menganalisis tentang dinamika  ketimpangan dan pembangunan ekonomi antar wilayah mengungkapkan bahwa  salah satu penyebab munculnya ketimpangan pembangunan ekonomi antar  wilayah di Indonesia adalah adanya perbedaan dalam karakteristik  limpahan sumberdaya alam (resources endowment) dan sumberdaya manusia  (human resources) disamping beberapa faktor lain yang juga sangat  krusial seperti perbedaan demografi, perbedaan potensi lokasi, perbedaan  aspek aksesibilitas dan kekuasaan (power) dalam pengambilan keputusan  serta perbedaan aspek potensipasar.
Dengan pola analisis sebagaimana  diilustrasikan diatas dapat digarisbawahi bahwa pengelolaan,  ketersediaan, dan kebijakan yang tepat, relevan serta komprehensif amat  dibutuhkan dalam kaitannya dengan percepatan proses pembangunan ekonomi  daerah dan penguatan tatanan ekonomi daerah yang pada gilirannya dapat  menjamin keberlanjutan proses pembangunan ekonomi dimaksud. Namun amat  disayangkan, dinamika pelaksanaan pembangunan ekonomi wilayah (daerah)  dalam era otonomi daerah dewasa ini, memiliki atau menampakkan suatu  kedenderungan dimana daerah yang kaya akan sumberdaya alam lebih cepat  menikmati kemajuan pembangunan bila dibandingkan dengan wilayah lain  yang miskin akan sumberdaya alam, hal ini diperparah lagi dengan  keterbatasan kualitas sumberdaya manusia. Apabila kondisi seperti ini  terus berlanjut maka tidaklah terlalu mengherankan manakala issu tentang  ketimpangan pembangunan antara wilayah (kawasan) yang merebak di akhir  Pembangunan Jangka Panjang Tahap Pertama yang lalu, kembali muncul  dengan sosok yang semakin mengkhawatirkan.
Sebagai ilustrasi, berikut ini dikutip pendapat seorang pakar yang banyak menyoroti tentang dinamika otonomi daerah : “.. negara Indonesia kaya akan sumberdaya alam, tetapi rakyatnya banyak yang miskin. Kenyataan paradoksal tersebut tentunya ada penyebabnya, antara lain karena lemahnya pengelolaan manajemen sumberdaya alam serta penguasaan oleh segelintir orang yang rakus. Seiring dengan semangat desentralisasi, sebagian besar kewenangan pengelolaan sumberdaya alam sudah diserahkan kepada daerah, termasuk kewenangan di daerah otoritas seperti kawasan kehutanan, kawasan pertambangan, kawasan pelabuhan dan lain sebagainya yang selama ini tidak tersentuh oleh kewenangan Daerah Kabupaten/ Kota (lihat pasal 129 UU Nomor 22 Tahun 1999). Bagaimana menggunakan sumberdaya alam untuk kepentingan rakyat banyak akan sangat tergantung pada kemauan politik (political will) dan tindakan politik (political action) dari pemerintahan daerah.
Sebagai ilustrasi, berikut ini dikutip pendapat seorang pakar yang banyak menyoroti tentang dinamika otonomi daerah : “.. negara Indonesia kaya akan sumberdaya alam, tetapi rakyatnya banyak yang miskin. Kenyataan paradoksal tersebut tentunya ada penyebabnya, antara lain karena lemahnya pengelolaan manajemen sumberdaya alam serta penguasaan oleh segelintir orang yang rakus. Seiring dengan semangat desentralisasi, sebagian besar kewenangan pengelolaan sumberdaya alam sudah diserahkan kepada daerah, termasuk kewenangan di daerah otoritas seperti kawasan kehutanan, kawasan pertambangan, kawasan pelabuhan dan lain sebagainya yang selama ini tidak tersentuh oleh kewenangan Daerah Kabupaten/ Kota (lihat pasal 129 UU Nomor 22 Tahun 1999). Bagaimana menggunakan sumberdaya alam untuk kepentingan rakyat banyak akan sangat tergantung pada kemauan politik (political will) dan tindakan politik (political action) dari pemerintahan daerah.
Sumber :
http://junaidichaniago.wordpress.com/2010/02/01/peranan-sumberdaya-e http://www.google.co.id/#hl=id&biw=1366&bih=578&q=pembangunan+ekonomi+daerah&aq=f&aqi=g1&aql=&oq=&fp=1d5091427d9c3bakonomi-dalam-pembangunan-ekonomi-daerah/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar