Pendahuluan :
Usaha Kecil dan Menengah disingkat UKM  adalah sebuah istilah yang mengacu ke jenis usaha kecil yang memiliki  kekayaan bersih paling banyak Rp 200.000.000 tidak termasuk tanah dan  bangunan tempat usaha. Dan usaha yang berdiri sendiri. Menurut Keputusan  Presiden RI no. 99 tahun 1998 pengertian Usaha Kecil adalah: “Kegiatan  ekonomi rakyat yang berskala kecil dengan bidang usaha yang secara  mayoritas merupakan kegiatan usaha kecil dan perlu dilindungi untuk  mencegah dari persaingan usaha yang tidak sehat.”
Kriteria usaha kecil menurut UU No. 9 tahun 1995 adalah sebagai berikut
1.memiliki kekayaan bersih paling banyak  Rp200.000.000,-( (Dua Ratus Juta Rupiah) tidak termasuk tanah dan  bangunan tempat usaha.
2. Memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp. 1.000.000.000- (Satu Miliar Rupiah)
3. Milik Warga Negara Indonesia
4. Berdiri sendiri, bukan merupakan anak  perusahaan atau cabang perusahaan yang tidak dimiliki, dikuasai, atau  berafiliasi baik langsung maupun tidak langsung dengan Usaha Menengah  atau Usaha Besar
5. Berbentuk usaha orang perorangan ,  badan usaha yang tidak berbadan hukum, atau badan usaha yang berbadan  hukum, termasuk koperasi.
pengertian UKM Usaha Kecil Dan Menengah
UKM adalah singkatan dari usaha kecil  dan menengah. Ukm adalah salah satu bagian penting dari perekonomian  suatu negara maupun daerah, begitu juga dengan negara indonesia ukm ini  sangat memiliki peranan penting dalam lajunya perekonomian masyarakat.  Ukm ini juga sangat membantu negara/pemerintah dalam hal penciptaan  lapangan kerja baru dan lewat ukm juga banyak tercipta unit unit kerja  baru yang menggunakan tenaga-tenaga baru yang dapat mendukung pendapatan  rumah tangga. Selain dari itu ukm juga memiliki fleksibilitas yang  tinggi jika dibandingkan dengan usaha yang berkapasitas lebih besar. Ukm  ini perlu perhatian yang khusus dan di dukung oleh informasi yang  akurat, agar terjadi link bisnis yang terarah antara pelaku usaha kecil  dan menengah dengan elemen daya saing usaha, yaitu jaringan pasar.  Terdapat dua aspek yang harus dikembangkan untuk membangun jaringan  pasar, aspek tersebut adalah :
1.Membangun Sistem Promosi untuk Penetrasi Pasar
2. Merawat Jaringan Pasar untuk Mempertahankan Pangsa Pasar
Kinerja nyata  yang dihadapi oleh  sebagian besar usaha terutama mikro, kecil, dan menengah (UMKM) di  Indonesia yang paling menonjol adalah rendahnya tingkat produktivitas,  rendahnya nilai tambah, dan rendahnya kualitas produk. Walau diakui pula  bahwa UMKM menjadi lapangan kerja bagi sebagian besar pekerja di  Indonesia , tetapi kontribusi dalam output nasional di katagorikan  rendah.  Hal ini dikarenakan UMKM, khususnya usaha mikro dan sektor  pertanian (yang banyak menyerap tenaga kerja), mempunyai produktivitas  yang sangat rendah. Bila upah dijadikan produktivitas, upah rata-rata di  usaha mikro dan kecil umumnya berada dibawah upah minimum. Kondisi ini  merefleksikan produktivitas sektor mikro dan kecil yang rendah bila di  bandingkan dengan usaha yang lebih besar.
Di antara berbagai faktor penyebabnya,  rendahnya tingkat penguasaan teknologi dan kemampuan wirausaha di  kalangan UMKM menjadi isue yang mengemuka saat ini. Pengembangan UMKM  secara parsial selama ini tidak banyak memberikan hasil yang maksimal  terhadap peningkatan kinerja UMKM, perkembangan ekonomi secara lebih  luas mengakibatkan tingkat daya saing kita tertinggal dibandingkan  dengan negara-negara tetangga kita seperti misalnya Malaysia. Karena itu  kebijakan bagi UMKM bukan karena ukurannya yang kecil, tapi karena  produktivitasnya yang rendah. Peningkatan produktivitas pada UMKM, akan  berdampak luas pada perbaikan kesejahteraan rakyat karena UMKM adalah  tempat dimana banyak orang menggantungkan sumber kehidupannya.  Salah  satu alternatif dalam meningkatkan produktivitas UMKM adalah dengan  melakukan modernisasi sistem usaha dan perangkat kebijakannya yang  sistemik sehingga akan memberikan dampak yang lebih luas lagi dalam  meningkatkan daya saing daerah.
Untuk meningkatkan daya saing UMKM  diperlukan langkah bersama untuk mengangkat kemampuan teknologi dan daya  inovasinnya. Dalam hal ini inovasi berarti sesuatu yang baru bagi si  penerima yaitu komunitas UMKM yang bersangkutan. Kemajuan ekonomi  terkait dengan tingkat perkembangan ‘technical change’ yang berarti  tahap penguasaan teknologi. “Technical change” sebagian terbesar  bersifat “tacit” atau tidak terkodifikasi dan dibangun di atas  pengalaman. Juga bersifat kumulatif ( terbentuk secara ‘incremental’ dan  dalam waktu yang tertentu ). Waktu penguasaan teknologi ini bergantung  pada sektor industrinya ( ‘sector specific’) dan proses akumulasinya  mengikuti trajektori tertentu yang khas. Agar supaya pengenalan  teknologi dapat menghasilkan ‘technical change’ dan inovasi dalam dunia  usaha diperlukan beberapa kondisi :
- Kemampuan UKM untuk menyerap, mengadopsi dan menerapkan teknologi baru dalam usahanya.
 - Tingkat kompatibilitas teknologi ( spesifikasi, harga, tingkat kerumitan ) dengan kebutuhan dan kemampuan UKM yang ada.
 - Ketersediaan dukungan teknis yang relevan dan bermutu untuk proses pembelajaran dalam menggunakan teknologi baru tersebut.
Untuk komersialisasi teknologi hasil  riset (apalagi penemuan baru) banyak menghadapi kendala: sumber  teknologi: teknologi bersifat capital intensive dan belum mempunyai  nilai ekonomis, memerlukan waktu lama dalam penyesuaian terhadap  kebutuhan pasar, banyak jenis teknologi yang teruji dalam tingkatan  bisnis; sistem insentif komersialisasi teknologi lemah; arus utama  sistem industri
Umumnya komunitas UMKM memiliki  sekelompok kecil yang kreatif dan mampu mengambil peran ‘risk taker’.  Kelompok ini cenderung menjadi ‘early adopter’ untuk teknologi baru.  Sebagian besar cenderung menunggu karena mereka membutuhkan bukti nyata  (‘tangible’) bahwa teknologi baru tersebut dapat memberi keuntungan. Dua  aspek yang berlangsung inheren dalam proses ini adalah berinovasi (  ‘innovating’) dan pembelajaran ( ‘learning’).
UKM merupakan aspek penting dalam pembangunan
ekonomi yang kompetitif.
Di Indonesia, sumber penghidupan amat  bergantung pada sector UKM. Kebanyakan usaha kecil ini terkonsentrasi  pada sector perdagangan, pangan, olahan pangan, tekstil dan garmen, kayu  dan produk kayu, serta produksi mineral non-logam. Mereka bergerak  dalam kondisi yang amat kompetitif dan ketidakpastian; juga amat  dipengaruhi oleh situasi ekonomi makro. Lingkungan usaha yang buruk  lebih banyak merugikan UKM daripada usaha besar. Secara keseluruhan,  sektor UKM diperkirakan menyumbang sekitar lebih dari 50% PDB  (kebanyakan berada di sektor perdagangan dan pertanian) dan sekitar 10 %  dari ekspor. Meski tidak tersedia data yang terpercaya, ada indikasi  bahwa pekerja industri skala menengah telah menurun secara relatif dari  sebesar 10 % dari keseluruhan
UKM telah berjuang semenjak krisis
Karena secara alamiah lebih dinamis  ketimbang perusahaan besar, UKM diperkirakan akan tumbuh lebih cepat  setelah krisis ekonomi belakangan ini di Indonesia. Sayangnya hasil  studi menunjukkan bahwa usaha kecil tumbuh lebih cepat sebelum tahun  1998 dari pada sesudah tahun 1998*. Seandainya pertumbuhan ekonomi  menjadi prioritas bagi Indonesia, adalah penting untuk mengangkat  isu-isuyang menghambat pengembangan UKM.
UKM seringkali menghadapi kesulitan  dalam hal memenuhi persyaratan jaminan perbankan. Karena kecilnya usaha  mereka, mereka cenderung tidak memiliki tanah atau sumber daya penting  lainnya untuk melindungi aset keuangan mereka. Ketika perbankan  menerapkan peminjaman yang didasari pada arus kas, pemerintah harus  menciptakan lingkungan yang dapat memunculkan perusahaan sewa beli  (leasing) maupun anjak piutang (factoring), yang dapat membantu UKM  untuk mendapatkan akses modal tanpa harus ada  sejumlah jaminan pinjaman  yang besar.
Secara umum, perkembangan koperasi dan  UMKM dalam tahun 2006 diperkirakan masih akan menghadapi masalah  mendasar dan tantangan sebagaimana dengan tahun sebelumnya, yaitu  rendahnya produktivitas, terbatasnya akses kepada sumber daya produktif,  rendahnya kualitas kelembagaan dan organisasi koperasi, dan  tertinggalnya kinerja koperasi.
Sasaran Pembangunan  
Sasaran pemberdayaan  UKM adalah:
1.  Meningkatnya produktivitas dan nilai ekspor produk usaha kecil dan menengah;
2.  Berkembangnya usaha koperasi dan UKM di bidang agribisnis di perdesaan;
3.  Tumbuhnya wirausaha baru berbasis ilmu pengetahuan dan teknologi; dan
4.   Berkembangnya usaha mikro di perdesaan dan/atau di daerah tertinggal dan kantong-kantong kemiskinan;
5.   Meningkatnya jumlah koperasi yang dikelola sesuai dengan nilai-nilai dan prinsip-prinsip koperasi.
Arah Kebijakan Pembangunan 
Kebijakan pemberdayaan UKM dalam secara  umum diarahkan untuk mendukung upaya-upaya penanggulangan kemiskinan dan  kesenjangan, penciptaan kesempatan kerja dan peningkatan ekspor, serta  revitalisasi pertanian dan perdesaan, yang menjadi prioritas pembangunan  nasional dalam tahun 2006. Dalam kerangka itu, pengembangan usaha kecil  dan menengah (UKM) diarahkan agar memberikan kontribusi yang signifikan  terhadap penciptaan kesempatan kerja, peningkatan ekspor dan  peningkatan daya saing, sementara itu pengembangan usaha skala mikro  diarahkan untuk memberikan kontribusi dalam peningkatan pendapatan  masyarakat berpendapatan rendah, khususnya di sektor pertanian dan  perdesaan.
Dalam rangka mendukung upaya  penanggulangan kemiskinan dan kesenjangan, dilakukan penyediaan dukungan  dan kemudahan untuk pengembangan usaha ekonomi produktif berskala  mikro/informal, terutama di kalangan keluarga miskin dan/atau di daerah  tertinggal dan kantong-kantong kemiskinan. Pengembangan usaha skala  mikro tersebut diarahkan untuk meningkatkan kapasitas usaha dan  keterampilan pengelolaan usaha, serta sekaligus meningkatkan kepastian  dan perlindungan usahanya, sehingga menjadi unit usaha yang lebih  mandiri, berkelanjutan dan siap untuk tumbuh dan bersaing.
Pemberdayaan koperasi dan UKM juga  diarahkan untuk mendukung penciptaan kesempatan kerja dan peningkatan  ekspor, antara lain melalui peningkatan kepastian berusaha dan kepastian  hukum, pengembangan sistem insentif untuk menumbuhkan wirausaha baru  berbasis teknologi dan/atau berorientasi ekspor, serta peningkatan akses  dan perluasan pasar ekspor bagi produk-produk koperasi dan UKM. Dalam  rangka itu, UKM perlu diberi kemudahan dalam formalisasi dan perijinan  usaha, antara lain dengan mengembangkan pola pelayanan satu atap untuk  memperlancar proses dan mengurangi biaya perijinan. Di samping itu  dikembangkan budaya usaha dan kewirausahaan, terutama di kalangan  angkatan kerja muda, melalui pelatihan, bimbingan konsultasi dan  penyuluhan, serta kemitraan usaha.
UKM yang merupakan pelaku ekonomi  mayoritas di sektor pertanian dan perdesaan adalah salah satu komponen  dalam sistem pembangunan pertanian dan perdesaan. Oleh karena itu,  kebijakan pemberdayaan UMKM di sektor pertanian dan perdesaan harus  sejalan dengan dan mendukung kebijakan pembangunan pertanian dan  perdesaan. Untuk itu, UMKM di perdesaan diberikan kesempatan berusaha  yang seluas-luasnya dan dijamin kepastian usahanya dengan memperhatikan  kaidah efisiensi ekonomi, serta diperluas aksesnya kepada sumberdaya  produktif agar mampu memanfaatkan kesempatan usaha dan potensi  sumberdaya lokal yang tersedia untuk meningkatkan produktivitas dan  efisiensi usaha agribisnis serta mengembangkan ragam produk unggulannya.  Upaya ini didukung dengan peningkatan kapasitas kelembagaan dan  kualitas layanan lembaga keuangan lokal menjadi alternatif sumber  pembiayaan bagi sektor pertanian dan perdesaan. Di samping itu, agar  lembaga pembiayaan untuk sektor pertanian dan perdesaan menjadi lebih  kuat dan tangguh, jaringan antar LKM dan antara LKM dan Bank juga perlu  dikembangkan.
Sumber :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar